Ibu palang Merah Sedunia “Florence Nightingale”
Pemikiran untuk mendirikan suatu Perhimpunan Internasional untuk merawat orang-orang yang mengalami luka muncul setelah Hendry Dunant melihat usaha seorang perawat saat perang Krim (1853 – 1856) antara Rusia dan Turki.
Perawat tersebut adalah Florence Nightingale. Wanita kelahiran Benostad, 12 Mei 1820 ini bekerja di Rumah Sakit Inggris di Skutari, di dekat Istambul, Turki. Ia terkenal karena kebaikannya menolong orang-orang sakit dan luka. Ia merintis dan menggalangkan dana untuk mendirikan sekolah perawat di kota inggris.
Florence mendapat julukan sebagai “wanita pembawa pelita” dari orang-orang di medan perang. Sedangkan Hendry Dunant menjulukinya sebagai pelopor pertama Palang Merah. Sebagai penggerak utama dari usaha “Cinta Sesama Makhluk” yang dilahirkan oleh Florence, Handry dijuluki sebagai Bapak Palang Merah.
Bagaimana Florence sampai muncul di medan perang Krim ?
Berawal dari membaca media salah satu media masa yang menuliskan tentang penderitaan perajurit-perajurit yang luka dan sakit di medan pertempuran pada perang Krim antara Rusia melawan Turki yang dibela oleh Inggris dan Perancis, Florence mengajukan diri untuk dipekerjakan di rumah sakit di Skutari kepada Kementrian Pertahanan.
Kepala Bagian kesehatan Kementerian Pertahanan menerangkan kepada Florence betapa sulitnya keadaan dan bahaya yang mungkin akan dihadapinya dalam menunaikan tugas, ia juga mengingatkan bahwa daerah pertempuran dan kota Skutari letaknya sangat jauh dari Inggris dan dipisahkan oleh lautan luas.
Tanpa gentar sedikitpun Florence tetap berangkat bersama 38 Jururawat pilihan pada tanggal 20 Oktober dan tiba pada tanggal 4 November 1854 setelah melalui perjalanan yang membahayakan.
Setibanya disana, tanpa mengambil istirahat mereka langsung memulai pekerjaan mereka dengan membenahi keadaan rumah sakit dan juga merawat prajurit-prajurit yang terluka dimedan perang.
Ia bekerja dengan tenang dan tabah, pekerjaan yang ia lakukan antara lain ialah memisahkan pengidap kolera dengan yang tidak, lalu melengkapi peralatan-peralatan rumah sakit. Terhitung 7 buah rumah sakit bisa dengan cepat diperbaiki keadaannya oleh Florence Bersama timnya saat itu.
Perang terus berkecamuk dan menciptakan banyak sekali kerugian-kerugian baru akibat penyakit yang dibawa oleh prajurit dari medan pertempuran. Florence tetap bisa menyikapi itu semua dengan tenang agar dirinya tidak terbawa suasana sehingga tetap dapat bekerja meski dibawah tekanan yang bertubi-tubi.
Pada bulan Desember 1854 datanglah balabantuan berupa 147 jururawat untuk membantu pihak rumah sakit. Bukannya semakin baik namun keadaan bertambah buruk dengan naiknya persentase hingga 60% korban meninggal dunia dan penyakit yang mereka hadapi justru malah menular kepada jururawat yang bertugas.
Hingga tiba di musim semi, keadaan mulai berangsur baik. Angka kematian mulai semakin menurun dengan drastis dari 42% menjadi 2%. Keadaan rumah sakit pun menjadi semakin baik.
Florence yang masih tabah dan tenang mencoba untuk memeriksa keadaan rumah-rumah di semenanjung Krim, namun malang justru Florence jatuh sakit dan penyakitnya menjadi semakin parah.
Berita Florence yang jatuh sakit tersiar dengan cepat hingga siapapun yang mendengarnya menjadi bersedih oleh karena kabar sakitnya jururawat yang disebut sebagai “Wanita Pembawa Pelita” tersebut.
Sesembuhnya dari penyakitnya alih-alih kembali ke kampung halamannya, Florence justru bersikeras untuk tetap berada disana dan tetap merawat pejuang yang terluka. Setelah dirasa pekerjaan merawat orang-orang sakit sudah mulai lancar, ia mengerahkan baktinya dengan memberikan hiburan di sebuah ruang khusus bagi anggota tentara yang baru saja sembuh dari sakitnya.
Florence menganjurkan kepada para prajurit yang masih bisa selamat untuk menghemat agar dapat mengirimkan sebagian uang mereka untuk menafkahi keluarga yang ditinggal dirumah masing-masing. Ia juga membuka semacam kantor pos darurat khusus bagi penderita agar bisa memberikan kabar pada orang yang dirumah.
Seusai perang mereda, pada bulan Juli 1865 prajurit inggris mulai ditari untuk kembali. Florence tetap belum mau kembali hingga semua rumah sakit disana kosong. Ia menegakkan sebuah “Palang Peringatan”, tanda penghormatan terakhir pada pahlawan-pahlawan yang gugur. Ia membuatnya dengan uangnya sendiri dan ia pancangkan di atas sebuah bukit dekat Baltklava.
Ia enggan untuk dijemput oleh pemerintah dengan memutuskan untuk menumpang kapal perancis secara diam-diam dan menyamar dengan nama “Smith”. Semua ini ia lakukan agar ia tidak mendapatkan pujian berlebihan. Pada bulan Agustus 1865 Florence diketahui sudah berada dirumah orangtuanya di Lea Hurst.
Ia mendapatkan Hadiah dari Ratu Victoria berupa sebuah kalung yang memuat tulisan: “Semoga Tuhan melimpahkan karunia-Nya bagi orang yang pengasih.” Ia juga mendirikan sebuah sekolah jururawat dengan dana yang berhasil dikumpulkan oleh rakyat inggris untuk penghormatan atas jasanya.
Itulah Florence Nightangle yang memiliki sikap lemah lembut dan halus budinya. Florence telah menimbulkan semangat baru layaknya ilham yang mengetuk jiwa Henry Dunant, Bapak Palang Merah. Dan oleh Henry sendirilah kemudian Florence dinyatakan sebagi Ibu Palang Merah Dunia.
Sumber : www.pustakapmi.id
Ada seorang bernama ibu Soepomo dari kuningan yg mendapat penghargaan lencana florence nightingale